Menu Close

Berita & Acara

Apa Itu Cloud Native, Karakteristik dan Kelebihannya?

Cloud Native Adalah
Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

Table of Contents

Cloud Native saat ini menjadi tren buat perusahaan yang menjalankan aplikasinya di layanan Cloud. Survei O’Reilly pada 2021 menunjukkan bahwa sebagian besar responden sudah melakukan pengembangan perangkat lunak Cloud Native (30%) atau berencana merangkul platform Cloud Native (37%).

Hanya sekitar 30% yang tidak memiliki agenda untuk migrasi. Survei tersebut dilakukan terhadap 2.834 responden. Lembaga riset Gartner meramalkan bahwa platform Cloud Native akan diadopsi secara menyeluruh pada 2025. Mereka memperkirakan bahwa pada tahun itu, sebagian besar (95%) beban kerja digital baru akan diluncurkan pada platform Cloud Native.

Menurut IDC (2019), dari segi bisnis penggerak pengembangan aplikasi berbasis Cloud Native adalah kebutuhan untuk meluncurkan aplikasi dengan lebih cepat tanpa mengkompromikan kualitas dan keamanannya. Perusahaan juga didesak oleh kebutuhan untuk berinovasi dengan lebih cepat agar dapat bersaing lebih baik dengan kompetitor.

Lalu, tahukah apa itu Cloud Native, seperti apa karakteristik dan kelebihannya. Untuk memahami hal tersebut, simak artikel Cloudeka berikut ini.

Apa Itu Cloud Native?

Apa Itu Cloud Native

Aplikasi berbasis Cloud Native lahir dan dirancang untuk infrastruktur komputasi awan (baik publicprivate, ataupun hybrid). Cloud Native juga dikenal sebagai pendekatan untuk membangun dan menjalankan aplikasi yang memanfaatkan Cloud Computing.

Cloud Native Computing Foundation mendefinisikan aplikasi berbasis Cloud Native sebagai “aplikasi yang memanfaatkan inovasi dalam Cloud Computing”. Aplikasi ini memecahkan masalah yang sebelumnya ditemukan pada aplikasi belum didesain untuk mendayagunakan Cloud. Misalnya, aplikasi tradisional yang memerlukan intervensi manual tidak dapat diskalakan, atau tidak dapat di-restart bila ada mengalami kegagalan.

Jadi, pada dasarnya Cloud Native adalah suatu pendekatan dalam pengembangan dan pengelolaan aplikasi (membangun aplikasi) yang didesain untuk dijalankan di dalam lingkungan Cloud. Tujuan dari pendekatan ini yaitu untuk memaksimalkan potensi dan keuntungan dari layanan Cloud, seperti skalabilitas, elastisitas, dan otomatisasi.

Baca juga: Mengenal Perkembangan Cloud Computing Saat Ini

Apa Perbedaan Cloud Native dengan Cloud Computing?

Perbedaan mendasar antara Cloud Native dan Cloud Computing yaitu Cloud Computing adalah teknologi yang memungkinkan pengguna untuk mengakses sumber daya komputasi, seperti pemrosesan, penyimpanan, dan jaringan, melalui internet. Sedangkan, Cloud Native adalah pendekatan dalam pengembangan dan pengelolaan perangkat lunak yang didesain untuk dijalankan di dalam lingkungan cloud.

Dengan demikian, Cloud Native akan berfokus pada pengoptimalisasian potensi dan keuntungan dari layanan Cloud, sedangkan Cloud Computing hanya memberikan akses terhadap sumber daya komputasi melalui internet.

Karakteristik Aplikasi Cloud Native

Teknologi Cloud Native untuk Membangun Aplikasi (perangkat lunak)

Penggunaan infrastruktur Cloud saja tidak membuat suatu aplikasi menjadi Cloud Native karena bisa jadi aplikasi tersebut pada awalnya dirancang untuk instalasi on-premise. Seperti tersirat dari namanya, aplikasi berbasis Cloud Native dirancang untuk memanfaatkan keunggulan Cloud dengan maksimal.

Adapun karakteristik aplikasi berbasis Cloud Native, yaitu:

1. Arsitektur Microservice

Salah satu ciri khas aplikasi berbasis Cloud Native adalah penggunaan arsitektur microservice . Pada arsitektur ini, suatu aplikasi terdiri atas komponen yang terpisah-pisah dan disebut sebagai layanan mikro atau microservice. Masing-masing komponen memiliki fungsi terpisah dan independen, serta bisa ditangani oleh tim pengembang yang berbeda.

Arsitektur seperti ini memiliki berbagai kelebihan. Microservice memungkinkan perubahan, pembaruan dan penambahan fitur dengan lebih cepat. Ini memungkinkan inovasi lebih cepat untuk menanggapi kebutuhan pasar

Selain itu, arsitektur microservice juga memungkinkan peningkatan atau pengecilan bertahap dan lebih teroptimisasi, karena perubahan bisa dibatasi pada komponen yang diperlukan saja. Ini berbeda dengan scaling up/down pada aplikasi monolitik, yang harus dilakukan pada keseluruhan aplikasi.

Di sisi lain, arsitektur microservice biasanya lebih kompleks dibandingkan aplikasi monolitik. Pengembangan dan pengujian juga bisa lebih menantang tanpa bantuan otomasi, dan metode CI/CD (continuous integration/continuous deployment).

2. Kontainer

Kontainer adalah teknologi lain yang saat ini menjadi keharusan buat aplikasi berbasis Cloud Native. Pengembangan dengan arsitektur microservice misalnya bisa saja dilakukan dengan mesin virtual (virtual machine atau VM), namun umumnya kontainer lebih cepat dan lebih efisien.

Kontainer lebih ringan, dengan ukuran tipikal hanya puluhan megabyte. Kontainer hanya memuat lingkungan dan library yang dibutuhkan oleh sebuah aplikasi. Ini berbeda dengan VM yang harus memvirtualisasi mesin dan memuat sistem operasi utuh. Karena itu, kontainer lebih cepat diluncurkan serta dihapus.

Baca juga: Kontainerisasi, Salah Satu Tren Cloud Computing 2022

3. Orkestrasi atau Otomatisasi

Penggunaan orkestrasi kontainer tidak terhindarkan buat suatu aplikasi berbasis Cloud Native. Suatu aplikasi yang menggunakan kontainer dapat meluncurkan dan menghapus puluhan, bahkan ribuan kontainer dalam satu saat.

Ini dimungkinkan karena sifat kontainer yang ringan dan kompak. Namun ini juga berarti pengelolaan kontainer ini hampir tidak mungkin dilakukan secara manual. Di sinilah peran peralatan orkestrasi kontainer.

Orkestrasi kontainer berguna untuk mengotomasi berbagai tugas pengelolaan kontainer. Ini termasuk penciptaan, peluncuran, penghapusan, dan pengawasan kontainer. Beberapa contoh solusi orkestrasi kontainer yang banyak digunakan adalah OpenShift, Kubernetes, Docker Swarm, dan masih banyak lainnya.

4. DevOps

Secara tradisional, terdapat pemisahan antara tim pengembang aplikasi (developer atau dev) dan operasional/infrastruktur (ops). Pemisahan ini mengakibatkan butuh waktu buat mendorong suatu aplikasi dari tahap pengembangan ke tahap rilis (operasional). Pendekatan ini tidak lagi sesuai memenuhi lingkungan bisnis terkini, yang menuntut perusahaan lebih responsif terhadap tuntutan pasar dan pelanggan.

Baca juga: Kenapa Anda Butuh Cloud Backup?

DevOps adalah praktik yang mempercepat proses realisasi gagasan (misalnya fitur baru, perbaikan bug) ke pengembangan dan ke rilis akhir produk jadi. Pendekatan ini mendobrak dinding yang sebelumnya hadir antara tim pengembang dan operasional, dan menuntut keduanya bekerja sama erat. Ini dimungkinkan oleh perangkat otomasi, kontainer, dan metode CI/CD.

Kontainer memungkinkan pengembang bekerja di lingkungan standar yang sama dengan lingkungan produksi. Dengan demikian, pengembang dapat bekerja dengan aplikasinya di laptop, menguji dan merilisnya ke tahap produksi tanpa harus repot melakukan penyesuaian.

Sementara perangkat otomasi memungkinkan proses integrasi, pengujian, dan rilis dapat dilakukan dengan cepat setelah pengembang melakukan perubahan atau penambahan fitur baru.

Baca juga: Apa Itu Teknologi Artificial Intelligence?

Manfaat dan Kelebihan Aplikasi Berbasis Cloud Native

Karena aplikasi berbasis teknologi Cloud Native dirancang untuk memaksimalkan keunggulan Cloud, aplikasi jenis ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan aplikasi Cloud-based biasa. Beberapa di antaranya adalah:

1. Biaya Lebih Hemat

Penggunaan sumber daya komputasi dapat ditingkatkan atau diperkecil dengan lebih efisien dibandingkan aplikasi tradisional yang dijalankan di Cloud.

2. Dirancang untuk Skalabilitas

Berkat arsitektur microservice, setiap komponen aplikasi terisolasi dan terpisah. Masing-masing dapat mengubah penggunaan sumber daya (scale up/down) secara terpisah.

3. Portabel

Berkat penggunaan teknologi kontainer, aplikasi berbasis Cloud Native dapat dipindahkan dengan lebih mudah dari private Cloud ke public Cloud atau dari suatu layanan Cloud ke layanan lain bila perlu

4. Lebih Andal

Bila terjadi kegagalan atau masalah di satu microservice, tidak akan ada pengaruh ke microservice lain karena masing-masing terisolasi satu sama lain.

5. Tidak ada Vendor Lock-in

Keunggulan Cloud Native yang terakhir adalah tidak adanya vendor lock-in. Biasanya penyedia layanan melakukan peningkatan ataupun perubahan pada kebijakannya tanpa persetujuan Anda.

Hal ini tidak menjadi masalah untuk aplikasi Cloud Native karena perusahaan yang memilih layanan Cloud dapat beralih ke penyedia yang berbeda untuk memanfaatkan layanan dan solusi Cloud Native mereka. Selain itu, mereka juga bebas menggunakan aplikasi komunitas lain yang memungkinkan integrasi yang diinginkan.

Baca juga: Peran Data Science di Dunia Bisnis

Kenapa Harus Migrasi ke Cloud Native?

Tidak setiap aplikasi yang berjalan di Cloud-based harus dirancang dan dijalankan sebagai aplikasi berbasis Cloud Native. Pengembangan aplikasi berbasis Cloud Native tentunya dapat dipertimbangkan ketika hendak menciptakan aplikasi baru. Bagaimana dengan aplikasi yang sudah ada?

Aplikasi tradisional monolitik yang sebelumnya dijalankan di instalasi on-premise bisa dimigrasikan ke layanan Cloud dengan mudah, dengan menggunakan layanan IaaS. Namun, perusahaan Anda mungkin ingin mempertimbangkan untuk mendesain ulang aplikasi yang ada menjadi Cloud Native.

Pertimbangkan untuk migrasi aplikasi lama ke Cloud Native bila:

  • Kode program sudah berkembang sedemikian rupa, sehingga perlu waktu lama untuk merilis versi terbaru. Ini bisa membuat perusahaan lamban bereaksi terhadap tuntutan pasar atau kebutuhan pelanggan.
  • Komponen-komponen aplikasi ternyata memiliki persyaratan skala yang berbeda.
  • Muncul teknologi baru, yang ternyata lebih mudah ditambahkan sebagai bagian dari aplikasi berbasis Cloud Native daripada aplikasi monolitik.

Lintasarta Deka Harbor dan DekaDB

Dari uraian di atas dapat kita lihat bahwa teknologi kontainer berperan sangat penting buat menangani aplikasi berbasis Cloud Native. Untuk dapat lebih baik menangani dan mengembangkan aplikasi berbasis Cloud Native, perusahaan Anda bisa memanfaatkan layanan Container as a Service (CaaS), seperti Lintasarta Deka Harbor. Solusi Deka Harbor membantu pengembang aplikasi mengoptimasi pengunggahan, konfigurasi, dan pengelolaan aplikasi berbasis Cloud Native yang dikemas sebagai kontainer.

Selain itu, Database as a Service (DBaaS) atau yang dijuluki Deka DBaaS akan memudahkan Anda dalam memonitor, mengatur akses, dan melakukan backup melalui dasbor khusus tanpa harus memusingkan kerumitan mengatur infrastruktur dan database, karena semuanya akan diatur oleh tim Cloudeka. Beberapa keunggulan Deka DBaaS adalah sebagai berikut:

  1. Single configuration dan cluster node dalam 1 klik
  2. Memilki fitur database backup, yang dilakukan secara otomatis
  3. Pengaturan akses bagi user yang memiliki akses ke layanan database 

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang Deka Harbor dan Deka DBaaS, silakan hubungi kami!

Cloudeka adalah penyedia layanan Cloud yang berdiri sejak tahun 2011. Lahir dari perusahaan ICT ternama di tanah air, Lintasarta, menyediakan layanan Cloud baik untuk perusahaan besar maupun kecil-menengah.