Menu Close

Berita & Acara

Hambatan Cloud Sovereignty: 5 Tantangan Nyata Bisnis Modern

Hambatan Cloud Sovereignty: 5 Tantangan Nyata Bisnis Modern
Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

Table of Contents

Cloud Sovereignty semakin banyak diperbincangkan sebagai solusi untuk menjawab kebutuhan keamanan dan regulasi data di era digital. Dengan memastikan data tetap berada di dalam juristriksi nasional, Sovereign Cloud memberikan kendali penuh terhadap bagaimana data disimpan, diakses, dan dikelola.

Namun, di balik manfaat tersebut, penerapannya tidak selalu berjalan mulus. Banyak organisasi menghadapi tantangan nyata ketika mencoba beralih dari public cloud global ke Cloud Sovereignty yang berfokus pada perlindungan data lokal. Hambatan-hambatan ini dapat mempengaruhi efisiensi, inovasi, hingga biaya operasional secara keseluruhan.

Berikut lima hambatan utama dalam mengadopsi Cloud Sovereignty yang perlu diketahui dan dipahami oleh bisnis modern agar dapat memaksimalkan potensinya dengan strategi yang tepat.

Apa Tantangan dalam Mengadopsi Cloud Sovereignty?

Salah satu hambatan utama dalam penerapan Cloud Sovereignty terletak pada kompleksitas proses transisi. Model cloud yang menekankan pengelolaan data secara lokal membutuhkan kesiapan dari berbagai aspek, mulai dari infrastruktur yang memadai, kebijakan internal yang selaras dengan regulasi, hingga tenaga ahli yang memahami keamanan data dan kepatuhan hukum.

Banyak organisasi masih menghadapi kesenjangan dalam hal kesiapan sistem dan pemahaman terhadap implikasi hukum penyimpanan data di dalam negeri. Proses migrasi dari cloud publik global ke lingkup privat pun tidak sederhana, karena melibatkan penyesuaian arsitektur, kompatibilitas sistem, serta pemindahan data dalam skala besar.

Dengan demikian, adopsi Cloud Sovereignty bukan sekadar langkah teknis, tetapi juga transformasi strategis yang membutuhkan perencanaan matang, tata kelola yang kuat, dan komitmen jangka panjang untuk menjaga keamanan serta kepatuhan data di dalam negeri.

Mengapa Biaya Implementasi Cloud Sovereignty Sering Dianggap Tinggi?

Banyak bisnis menganggap biaya implementasi sebagai salah satu hambatan lain dalam penerapan Cloud Sovereignty yang paling signifikan. Hal ini karena pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur lokal berstandar tinggi memerlukan investasi besar, baik untuk pusat data, jaringan, hingga sistem keamanan.

Di sisi lain, penyedia cloud global umumnya telah memiliki infrastruktur berskala besar dan tersebar di berbagai negara, sehingga mampu menawarkan harga layanan yang lebih kompetitif.

Perusahaan yang beralih ke Sovereign Cloud juga harus memperhitungkan biaya migrasi, pelatihan karyawan, serta pembaruan sistem keamanan. Namun, biaya tersebut bukan semata pengeluaran, melainkan investasi jangka panjang untuk memperkuat kepercayaan pelanggan, menjaga reputasi, dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi nasional, faktor yang semakin penting untuk perlindungan data di era digital.

Apa Kendala Teknis yang Dihadapi Saat Menggunakan Cloud Sovereignty?

Selain faktor biaya, hambatan Cloud Sovereignty lainnya juga muncul dari sisi teknis. Tidak semua penyedia Sovereign Cloud memiliki kapasitas atau kelengkapan layanan setara penyedia cloud global. Hal ini dapat berpengaruh pada skalabilitas, fleksibilitas, dan ketersediaan layanan (uptime).

Perusahaan yang membutuhkan teknologi mutakhir seperti AI, analitik tingkat lanjut, atau edge computing mungkin menemui keterlambatan dalam pengadopsian teknologi dikarenakan keterbatasan dukungan infrastruktur lokal. Di beberapa kasus, Sovereign Cloud juga menghadapi tantangan dalam hal interoperabilitas dengan sistem dan aplikasi pihak ketiga.

Namun, tren industri menunjukkan bahwa hambatan ini mulai berkurang seiring meningkatnya investasi penyedia cloud lokal dalam memperluas kapasitas dan adopsi teknologi terbaru untuk memenuhi kebutuhan enterprise.

Apakah Cloud Sovereignty Memiliki Keterbatasan Integrasi dengan Sistem Global?

Salah satu tantangan utama lainnya dari Cloud Sovereignty terletak pada kemampuan integrasinya dengan sistem global. Karena data harus tetap berada di dalam wilayah hukum nasional, bisnis yang beroperasi lintas negara perlu berhati-hati dalam mengatur aliran informasi antar wilayah.

Setiap transfer data harus mematuhi regulasi lokal maupun internasional, seperti GDPR (The General Data Protection Regulation) di Eropa atau Peraturan Perlindungan Data Pribadi (PDP) di Indonesia. Keterbatasan ini dapat memperlambat kolaborasi lintas entitas dan menuntut strategi pengelolaan data yang lebih matang agar efisiensi tetap terjaga tanpa melanggar hukum.

Meski demikian, dengan penerapan arsitektur hybrid dan strategi multi cloud yang tepat, perusahaan tetap dapat mengelola data secara lokal sambil menjaga konektivitas dengan ekosistem global, sehingga keamanan dan inovasi bisa berjalan beriringan.

Apa Dampak Hambatan Cloud Sovereignty Terhadap Inovasi Bisnis?

Tujuan utama Cloud Sovereignty adalah perlindungan data, tetapi jika tidak dikelola dengan baik, kebijakan dan batasannya dapat memperlambat laju inovasi. Misalnya, pembatasan akses terhadap teknologi internasional, proses audit, atau peraturan ekspor data yang ketat dapat memperlambat pengembangan produk dan kolaborasi lintas negara.

Namun, hambatan ini bukan berarti tidak dapat diatasi. Dengan memilih mitra cloud yang memiliki kapasitas teknologi tinggi dan kepatuhan regulasi yang kuat, perusahaan tetap dapat berinovasi tanpa mengorbankan keamanan. Cloud Sovereignty yang dirancang dengan pendekatan modern justru dapat menjadi fondasi inovasi berkelanjutan, di mana keamanan, efisiensi, dan kepatuhan berjalan beriringan.

Menghadapi berbagai hambatan Cloud Sovereignty membutuhkan mitra teknologi yang tidak hanya memahami tantangan bisnis, tetapi juga mampu menghadirkan solusi lokal dengan performa global.

Seluruh layanan Cloudeka dibangun di atas Sovereign Cloud, memastikan data bisnis tersimpan, dikelola, dan diproses sepenuhnya di Indonesia oleh tenaga ahli lokal. Pendekatan ini membantu perusahaan memenuhi regulasi nasional sekaligus menjaga standar keamanan, efisiensi operasional, dan inovasi digital tanpa harus bergantung pada infrastruktur luar negeri. Dengan fondasi ini, perusahaan dapat lebih tenang dalam mengelola data sensitif maupun aplikasi bisnis yang membutuhkan kepatuhan ketat.

Untuk melengkapi kebutuhan infrastruktur digital yang beragam, Cloudeka menyediakan rangkaian solusi yang fleksibel dan komprehensif. Deka Flexi menawarkan fleksibilitas tinggi untuk kebutuhan komputasi yang mudah diskalakan, Deka Prime memberikan performa stabil untuk operasional harian, Deka Premium menghadirkan kemampuan tinggi untuk workload kritikal, dan Deka Vault menjadi pilihan penyimpanan data yang aman dan andal. Keempat layanan ini dirancang untuk membantu perusahaan membangun ekosistem cloud yang kuat, aman, dan siap mendukung pertumbuhan bisnis jangka panjang.

Bangun transformasi digital yang aman, terpercaya, dan sepenuhnya berada dalam kendali Anda bersama Cloudeka. Mulai gunakan layanan cloud lokal Indonesia melalui ai.cloudeka.id

Cloudeka adalah penyedia layanan Cloud yang berdiri sejak tahun 2011. Lahir dari perusahaan ICT ternama di tanah air, Lintasarta, menyediakan layanan Cloud baik untuk perusahaan besar maupun kecil-menengah.